Senin, 05 November 2012

IMUNISASI



MITOS IMUNISASI

Imunisasi, 10 Mitos tentangnya:
1.    Vaksin MMR( measles, mumps dan rubella)  bisa menyebabkan anak autis.
Tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan perkembangan anak autis, ini sudah dibuktikan melalui penelitian ilmiah. Biasanya gejala autis pertama kali terlihat saat bayi berusia 12 sampai 18 bulan, dimana hampir bersamaan dengan diberikannya vaksin MMR. Kebanyakan autis disebabkan oleh factor genetic, jadi jangan takut untuk memberikan vaksin MMR pada anak.
2.    Terlalu banyak vaksin akan membebani sistem imun .
Mitos ini tidak benar, karena meskipun jumlah suntikan vaksin meningkat tapi jumlah antigen telah menurun. Selain itu sistem imun manusia memberikan respon terhadap ratusan antigen dalam kehidupan setiap hari. Berbagai penelitian tidak memperlihatkan meningkatnya penyakit infeksi  setelah adanya imunisasi.
3.    Tidak boleh memberikan ASI sesudah vaksin polio.
Anak yang diberikan vaksin polio boleh langsung diberikan ASI. Jika anak muntah setelah imunisasi bisa diberikan kembali setelah 10 menit dengan dosis yang sama.
4.    Anak sakit flu tidak boleh imunisasi.
Jika anak hanya sakit flu ringan maka boleh saja dilakukan imunisasi, asalkan anak tidak demam dan tida rewel. Jika bayi sangat rewel maka tunda melakukan  imunisasi 1 hingga 2 minggu.
5.    Lebih baik memberi natural infeksi  dibanding dengan vaksinasi.
Mitos ini tidak benar. Suatu penyakit bisa mengakibatkan kematian serta kecacatan yang permanen, dan dengan melakukan vaksinasi dapat memberikan perlindungan tanpa efek samping yang berat.
6.    Sesudah imunisasi tidak akan tertular penyakit tersebut.
Tidak ada vaksinansi yang memberikan perlindungan terhadap suatu penyakit secara 100 persen. Bayi atau anak yang telah melakukan imunisasi masih ada kemungkinan yang sangat kecil untuk bisa tertular penyakit tersebut, namun akan jauh lebih ringan dibandingkan anak yang tidak diimunisasi. Sehingga kemungkinan untuk disembuhkan jauh lebih besar.
7.    Jika saat balita sudah diimunisasi lengkap, disekolah tidak perlu diimunisasi lagi.
Ada beberapa imunisasi yang perlu diulang saat sekolah dasar yaitu imunisasi campak dan DT saat kelas 1 dan imunisasi TT saat kelas 2, 3 dan 6. Karena banyak anak yang sudah divaksin waktu bayi ternyata pada umur 5 sampai 7 tahun 28,3% terkena campak, pada umur lebih dari 10 tahun mereka terkena difteria, serta untuk pemberantasan tetanus dibutuhkan 5 kali suntikan TT sejak bayi hingga dewasa sehingga kekebalan pada umur dewasa bisa berlangsung hingga 20 tahun lagi.
8.    Imunisasi dapat menyebabkan penyakit, yang seharusnya dicegah dengan vaksin tersebut.
Hal ini tidak benar mustahil anak memperoleh penyakit dari imunisasi yang dibuat dari kuman mati atau dilemahkan. Imunisasi yang dibuat dari kuman hidup dan dilemahkan termasuk imunisasi Campak, Gabak (Rubella), gondong, cacar air, BCG, Volio< dan Rota virus.
9.    Kalau semua anak lain menerima imunisasi, berarti anakku terlindungi dari resiko tertular.
Fakta:  kalau satu anak tidak menerima imunisasi, ada kemungkinan anak-anak yang lain juga tidak menerima imunisasi.
10.  Imunisasi sepertinya tidak efektif 100%, sia-sia saja anak diberikan imunisasi.
Fakta: jarang ada keberhasilan 100% didunia kesehatan. Namun kini imunisasi yang diberikan 85-99% berhasil merangsang tubuh membuat antibody. Lebih baik bayi menangis 1 menit, karena disuntik imunisasi, daripada anak meninggal karena difteri, tetanus, campak, atau karena penyakit lain dalam kategori imunisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar