Kamis, 06 Desember 2012

PEMBENTUKAN CAIRAN AMNION



Selaput amnion yang meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difus i dari pembuluh darah korion dipermukaan. Volume cairan amnion pada kehamilan aterm rata – rata ialah 800 ml, cairan amnion mempunyai pH 7,2 dan massa jenis 1,0085 . Setelah 2 minggu produksi cairan berasal dari urine janin. Sebelumnya cairan amnion banyak berasal dari rembesan kulit, selaput amnion dan plasenta. Janin juga meminum cairan amnion (diperkirakan 500 ml/hari). Selain itu, cairan ada yang masuk ke paru sehingga penting untuk perkembangannya.
Makna klinik
Secara klinik cairan amnion akan dapat bermanfaat untuk deteksi dini kelainan kromosom dan kelainan DNA dari 12 minggu sampai 20 minggu.
Cairan amnion yang terlalu banyak disebut polihidramnion (> 2 liter) yang mungkin berkaitan dengan diabetes.
Sebaliknya cairan yang kurang disebut oligohidramnion yang berkaitan dengan kelainan ginjal janin atau hipoksia janin. Dapat dicurigai bila terdapat kantong amnion yang kurang dari 2 x 2 cm. Setelah 38 minggu volume akan berkurang, tetapi pada posterm oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila bercampur mekonium.
Pada cairan amnion juga terdapat alfa feto protein (AFP) yang berasal dari janin, sehingga dapat dipakai untuk menentukan defek tabung saraf. Mengikat AFP cukup spesifik. Pemeriksaan serum ibu dapat dilakukan pada trimester 2. Namun, dapat disayangkan kelainan tersebut terlambat diketahui.
Sebaliknya, kadar AFP yang rendah, estriol dan kadar tinggi HCG merupakan penanda sindrom dwon. Gabungan penanda tersebut dengan usia ibu > 35 tahun. Gabungan dengan penanda PAPP-A dan pemeriksaan nuchal translucency (NT) yaitu pembengkakan kulit leher jani 3 mm pada usia kehamilan 10 – 14 minggu memungkinkan deteksi Sindrom Dwon lebih dini. ( ILmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjo hal 155 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar