Selaput amnion yang meliputi permukaan
plasenta akan mendapatkan difus i dari pembuluh darah korion dipermukaan.
Volume cairan amnion pada kehamilan aterm rata – rata ialah 800 ml, cairan
amnion mempunyai pH 7,2 dan massa jenis 1,0085 . Setelah 2 minggu
produksi cairan berasal dari urine janin. Sebelumnya cairan amnion banyak
berasal dari rembesan kulit, selaput amnion dan plasenta. Janin juga meminum
cairan amnion (diperkirakan 500 ml/hari). Selain itu, cairan ada yang masuk ke
paru sehingga penting untuk perkembangannya.
Makna klinik
Secara klinik cairan amnion akan dapat
bermanfaat untuk deteksi dini kelainan kromosom dan kelainan DNA dari 12 minggu
sampai 20 minggu.
Cairan amnion yang terlalu banyak
disebut polihidramnion (> 2 liter) yang mungkin berkaitan dengan diabetes.
Sebaliknya cairan yang kurang disebut
oligohidramnion yang berkaitan dengan kelainan ginjal janin atau hipoksia
janin. Dapat dicurigai bila terdapat kantong amnion yang kurang dari 2 x 2 cm.
Setelah 38 minggu volume akan berkurang, tetapi pada posterm oligohidramnion
merupakan penanda serius apalagi bila bercampur mekonium.
Pada cairan amnion juga terdapat alfa
feto protein (AFP) yang berasal dari janin, sehingga dapat dipakai untuk
menentukan defek tabung saraf. Mengikat AFP cukup spesifik. Pemeriksaan serum
ibu dapat dilakukan pada trimester 2. Namun, dapat disayangkan kelainan
tersebut terlambat diketahui.
Sebaliknya, kadar AFP yang rendah,
estriol dan kadar tinggi HCG merupakan penanda sindrom dwon. Gabungan penanda
tersebut dengan usia ibu > 35 tahun. Gabungan dengan penanda PAPP-A dan
pemeriksaan nuchal translucency (NT) yaitu pembengkakan kulit leher jani 3 mm
pada usia kehamilan 10 – 14 minggu memungkinkan deteksi Sindrom Dwon lebih
dini. ( ILmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjo hal 155 ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar