“KOMPLIKASI, KELAINAN, PENYAKIT DALAM MASA
NIFAS”
Komplikasi dan Penyakit dalam Masa nifas serta Penanganannya
A. Infeksi Nifas
1. Endometritis
Uterus, tubavalopi, ovarium, pembuluh-pembuluh darah dan limfe, jaringan
ikat di sekitarnya dan peritoneum yang menutupi alat-alat tersebut iatas
merupakan kesatuan fungsional. Radang dapat menyebar dengan cepat dari kavum
uteri ke seluruh genetalia interna. Radang edometrium dinmakan endometritis,
radang otot-otot uterus, dinamakan miometritis atau metritis dan radang
peritoneum disekitar uterus dinamakan perimetritis.
a. Endometritis akut
Pada endometritis akut endommetrium mengalami edema dan hiperemi, dan
pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edem, dan infiltrasi leukosit
berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab
yang paling penting ialah infeksim gonores dan infeksi pada abortus dan partus
Infeksi gonorea mulai sebagai servicitis akut dan radang menjalar keatas
dan menyebabkan endometritis akut. Infeksi posttabortum dan postpartum sering
terdapat karena luka-luka pada serviks uteri, lika pada dinding uterus bekas
tempat plasenta, yang merupakan porte d’entrée bagi kuman-kuman patgen.
Selain itu alat-alat yang digunakan pada abortus dan partus dan tidak steril
dapat membawa kuman-kuman ke dalam uterus.
Pada abortus septic dan sepsis peurperalis infeksi cepat meluas ke
miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah dan limfe dapat menjalar ke para
metrium, tuba dan ovarium, dan ke peritoneum disekitarnya. Gejala-gejala
endometritis akut yaitu penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar
leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah di sekitarnya nyeri pada
perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang
dilakukan dalam uterus diluar partus atau abortus, kerokan endometrium,
memasukan radium ke dalam uterus, memasukan IUD, dsb. Endometritis akut yang
disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen umumnya dapat diatasi
atas kekuatan jaringan sendiri dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari
endometrium pada waktu haid. Dalam endometritis akut yang paling penting ialah
berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
b. Endometritis kronik
Endometritis kronik tidak seberapa sering terdapat oleh karena infeksi
yang tidak dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri
karena plepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfisit. Penemuan
limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan
normal dalam endometrium.
Gejal-gejala klinis endometrium kronika ialah leukore
dan menoragi. Pengobatannya tergantung dari penyebabnya. Endometritis kronika
ditemukan :
1) Pada TBC
2) Jika tertinggal sisa-sisa abortus dan partus
3) Jika terdapat korpus alien di cavum uteri.
4) Pada polip uterus dengan infeksi
5) Pada tumor ganas uterus
6) Pada salpingo ooforitis dan selulitis pelvis.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus
tuberculosis genetal. Pada pemeriksaan mikroskopik, ditemukan tubercle
ditengah-tengah endometrium yang beradang menahun. Pada abortus incomplit
dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan vili corialis
ditengah-tengah radang menahun endometrium. Pada partus pada sisa plasenta
masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan dan ogranisasi dari jaringan
tersebut disertai dengan gumpalan darah dan terbentuklah apa yang dinamakan
polip plasenta. Endometritis kronik yang lain umumnya akibat infeksi
terus-menerus karena adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi da
dalam cavum uteri.
2. Peritonitis
Kadang-kadang infeksi uterus meluas lewat system
limfatik sehingga mencapai cavum abdomen dan menyebabkan peritonitis. Komplikasi ini sekarang dengan terapi segera
sudah jarang dijumpai, tetapi masih dapat ditemukan pada infeksi sesudah SC jika
terjadi nekrosis dan terbukanya luka insisi uterus. Kadangkala dalam stadium lanjut perjalanan
selulitis pelvic, abses parametrium bias mengalami ruptur dan menimbulkan
peritonitis generalisata yang merupakan malapetaka bagi penderitanya.
Peritonitis generalisata merupakan komplikasi yang fatal,
dan eksudat fibrinopurulen yang khas akan menimbulkan perlekatan usus, dan
diantara gelung usus yang saling melekat itu dapat terbentuk gumpalan-gumpalan
nanah. Ruang subdiafragma dan cul-de-sac
kemudian dapat menjadi tempat pembentukan abses.
Secara klinis, peritonitis puerperalis menyerupai
peritonitis bedah, kecuali rigiditas abdomen yang terjadi biasanya kurang
begitu menonjol. Rasa nyeri bias
hebat. Distensi usus yang nyata
merupakan akibat ileus paralitik, dan penyebab peritonitis generalisata harus
dicari. Jika infeksi dimulai dalam
uterus dan kemudian meluas ke dalam peritoneum, pengobatan biasanya secara
medis. Sebaliknya, peritonitis yang
terjadi akibat lesi pada usus atau organ tambahannya harus diatasi dengan
pembedahan.
Terapi antimikroba harus mencakup preparat yang paling
besar kemungkinan khasiatnya terhadap infeksi Peptostreptococcus, Peptococcus,
Bacteroides, Clostridium dan jenis-jenis bakteri koliformis aerob. Pemberian infus cairan dan elektrolit
merupakan terapi penting mengingat pada peritonitis generalisata akan terjadi
pelepasan sejumlah besar cairan ke dalam cavum peritonei. Vomitus, diare dan febris juga menjadi
penyebab hilangnya cairan dan elektrolit.
Volume cairan dan jumlah elektrolit yang diperlukan untuk menggantikan
jumlah yang lepas ke dalam cavum abdomen, yang terserap dari dalam usus dan
yang hilang lewat keringat (diaforesis) biasanya cukup besar, tetapi tidak
begitu massif sehingga terjadi kelebihan isi sirkulasi. Karena ileus paralitik biasanya merupakan gambaran
yang menonjol, distensi traktus gastrointestinal harus dikurangi dengan
pemasangan selang lambung. Pemberian
makanan per oral harus dihentikan selama proses pengobatan sampai fungsi usus
pulih kembali dan sudah tejadi flatus, dan pemberian obat-obat untuk
menstimulasi peristaltic tidak ada manfaatnya.
3. Bendungan Asi
Selama 24 hingga 48 jam pertama sesudah terlihatnya
sekresi lacteal, payudara sering mengalami distensi, menjdi keras dan
berbenjol-benjol. Keadaan ini disebut
sebagai bendungan air susu atau “caked breast”, sering menyebabkan rasa
nyeri yang cukup hebat dan bias disertai dengan kenaikan suhu yang
sepintas. Kelinan tersebut menggambarkan
aliran darah vena normal yang berlebihan dan penggembungan limfatik dalam
payudara yang merupakan precursor reguler untuk terjadinya laktasi. Keadaan ini bukan akibat overdistensi system
lacteal oleh air susu.
Demam nifas akibat distensi payudara sering
terjadi. Demam tersebut mengkhawatirkan
terutama bila kemungkinan infeksi tidak dapat disingkirkan pada wanita yang
baru saja menjalani SC. Lamanya panas
yang terjadi berkisar 4-16 jam dan suhu tubuhnya berkisar dari 38 hingga
390C. Ditegaskan bahwa penyebab panas
yang lain khususnya panas yang disebabkan oleh infeksi, harus disingkirkan
dahulu.
Pengobatan keadaan ini terdiri atas tindakan
menyanggah payudara dengan menggunakan pembalut atau BH, kompres kantong es dan
bila perlu pemberian kodein sulfat 60mg per oral atau preparat analgesik
lainnya. Tindakan memompa air susu atau
memerahnya secara manual mungkin diperlukan untuk pertama kalinya, namun dalam
beberapa hari keadaan ini biasanya mereda dan bayi sudah dapat menetek kembali
secara normal.
4. Infeksi Payudara
Dalam masa nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan
pada mammae terutama pada primipara.
Tanda-tanda adanya infeksi adalah rasa panas dingin disertai dengan
kenaikan suhu, penderita merasa lesu dan tidak ada nafsu makan. Penyebab infeksi adalah staphilococcus
aureus. Mamae membesar dan nyeri dan
pada suatu tempat, kulit merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada
perabaan. Jika tidak ada pengobatan bisa
terjadi abses.
Berdasarkan tempatnya
infeksi dibedakan menjadi :
a. Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mamae.
b. Mastitis ditengah-tengah mammae yang menyebabkan abses ditempat
itu.
c. Mastitis pada jaringan dibawah jaringan dibawah dorsal dari
kelenjar-kelenjar yang menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot
dibawahnya.
Pencegahan
Perawatan putting susu pada
laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah mastitis. Perawatan terdiri atas membersihkan putting
susu dengan minyak baby oil sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan
kerak dan susu yang sudah mengering.
Selain itu juga memberi pertolongan kepada ibu menyusui bayinya harus bebas
infeksi dengan stafilococus. Bila ada
luka atau retak pada putting sebaiknya bayi jangan menyusu pada mammae yang
bersangkutan, dan air susu dapat dikeluarkan dengan pijitan.
Pengobatan
Segera setelah mastitis ditemukan
pemberian susu pada bayi dihentikan dan diberikan antibiotic, penisilin dalam
dosis tinggi dapat diberikan. Bila ada
abses, nanah perlu dikeluarkan dengan sayatan sedikit mungkin pada abses, dan
nanah dikeluarkan sesudah itu dipasang pipa ketengah abses, agar nanah bisa
keluar. Untuk mencegah kerusakan pada
duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus.
5. Trombophlebitis
Trombophlebitis menyerang
permukaan pembuluh darah subkutan di ekstremitas atas dan bawah, yang
disebabkan oleh terbentuknya pembekuan darah dalam vena varicose superficial
yang menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi pada kehamilan dan nifas, yang
ditandai dengan kemerahan atau nyeri.
Penyebab trombophlebitis pada ekstremitas atas yang paling sering adalah
infus intravena terutama jika memasukkan larutan asam atau hipertonik yang
disebabkan karena factor pemasangan dan factor kelancaran aliran cairan
infus. Lancar atau tidaknya cairan infus
dapat meningkatkan aktivasi system koagulasi.
Turbulensi dan hambatan aliran darah atau stasis mengganggu pembersihan
factor koagulasi yang teraktivasi dan menyebabkan terjadinya kontak antar
trombosit dengan dinding pembuluh darah di daerah tersebut, dimana hambatan
aliran darah dan perubahan komponen factor pembekuan darah dapat menyebabkan
trombophlebitis.
Trombophlebitis disebabkan oleh
peningkatan suhu tubuh yang terjadi pada hari ke-4 sampai 10 setelah melahirkan
hingga mencapai 40,50C. trombophlebitis
juga disebabkan karena kurangnya ambulasi dini atau immobilisasi. Beberapa mekanisme pada peningkatan frekuensi
trombophlebitis pada usia lanjut yang dikaitkan dengan keadaan prethrombotik
akibat maningkatnya factor-faktor koagulasi.
Demikian pula, efisiensi pompa otot betis juga menurun sejalan dengan
meningkatnya usia, mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena. Imobilisasi ini akan menyebabkan terjadinya
akumulasi leukosit teraktivasi dan akumulasi trombosit yang teraktivasi. Keadaan tersebut menyebabkan gangguan pada
sel-sel endotel dan juga memudahkan terjadinya treombosis.
Murray et all (1998) menjelaskan
bahwa trombophlebitis disebsbkan oleh nekrosis pembuluh darah, peningkatan
pembuluh darah, dan keadaan darah.
Nekrosis vena dapat terjadi akibat pemasangan kateter, trauma, infeksi
penyakit buerger atau iritasi zat/injeksi.
Peningkatan pembekuan darah cenderung disebabkan oleh tumor malignant,
penyakit genetic, diet tinggi lemak, dan kontrasepi oral. Selain itu juga disebabkan oleh karena
istirahat baring yang lama karena ketidakatifan bentuk bekuan darah, suplay
darah yang membeku dan matinya pembuluh darah.
Menurut Varney (1997) tanda dan
gejala trombophlebitis yaitu nadi cepat, demam (40,50C), dingin, hipotensi,
pleurisy dan pneumonia, didahului tanda dan gejala dari endometritis dan jika
wanita mempunyai trombophlebitis femur, dia akan menunjukkan tanda dan gejala
trombophlebitis vena bagian dalam.
Ciri-ciri trombophlebitis menurut
Seller (1993) adalah kemerahan yang berlebihan yang berpengaruh pada daerah
vena supervacial, kelembutan vena betis dan kaki, anggota badan terasa panas
bila disentuh, sedikit oedema pada kaki, pireksia, meningkatnya nadi, mati rasa
pada kaki, tanda positif pada saat diperiksa teraba kasar pada dorsofleksi
kaki, akan menyebabkan nyeri pada lutut, dan diagnosis thrombosis vena
superficial dibuat berdasarkan observasi dari nyeri dan bengkak pada kaki,
terutama pada daerah betis dan juga bisa sampai ke daerah femur yang disebabkan
oleh tingginya temperatur post SC.
Factor predisposisi dari trombophlebitis menurut Sally
(2000) adalah obesitas, peningkatan umur maternal dan tingginya paritas,
riwayat sebelumnya dari trombophlebitis vena, anastesi dan pembedahan dengan
kemungkinan trauma yang lama pada keadaan pembuluh vena, anemia maternal,
hipotermi atau penyakit jantung, endometritis, dan varicosities.
Manifestasi yang khas dari trombophlebitis permukaan
adalah timbul akut disertai rasa sakit atau nyeri akibat terbakar dan nyeri
tekan permukaan. Trombophlebitis
permukaan biasanya lebih nyeri daripada trombosis vena dalam karena letak
proses peradangannya berdekatan dengan ujung-ujung syaraf kulit. Kulit sepanjang vena tersebut akan menjadi
eritematosa dan hangat, mungkin terlihat sedikit bengkak, vena dapat teraba.
TROMBOFLEBITIS
A. Pendahuluan
Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit naik antara 37,2 - 37,8oC oleh karena resorbsi benda-benda dalam rahim dan mulainya laktasi. Dalam hal ini disebut demam resorbsi, hal ini adalah normal (Rustam Muchtar, 1998).
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam masa nifas. Demam nifas adalah demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. Mobilitas puereuralis adalah kenaikan suhu badan sampai 38 oC atau lebih selama 2 hari. Da;am 10 hari pertama postpatum. Kecuali pada hari petama. Suhu diukur 4x sehari secara oral (dari mulut) (Adele Pillitteri, 2007).
Beberapa faktor predisposisi
1) Kurang gizi atau nutrisi
2) Anemia
3) Higiene
4) Kelelahan
5) Proses persalinan bermasalah;
a. Partus lama / macet
b. Korioamnionitis
c. Persalinan traumatik
d. Kurang baiknya pencegahan infeksi
e. Manipulasi yang berlebihan
f. Dapat berlanjut keinfeksi dalam masa nifas
(Abdul Bari SAifudin, dkk., 2002)
Bermacam-macam jalan masuk kuman kedalam alat kandungan, seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dari dalam tubuh), dan endogen (dari jalan lahir sendiri)
1) Streptococcus Haemoliticus Aerobik
2) Staphylococcus aureus
3) Escherichia coli
Cara terjadinya infeksi:
a. Manipulasi penolong yang tidak suci hama, atau pemeriksaan dalam yang berulang-ulang dapat membawa bakteri yang sudah ada didalam rongga rahim.
b. Alat-alat yang tidak suci hama.
c. Infeksi droplet, sarung tangan dan alat-alat terkena infeksi kontaminasi yang berasal dari hidung, tenggorokan dari penolong dan pembantunya atau orang lain.
Klasifikasi infeksi :
Infeksi terbatas lokasinya pada perineum, vulva, serviks, dan endometrium
Infeksi yang menyebar ketempat lain melaui: pembuluh darah vena, pembuluh limfe dan endometrium (Rustam Muchtar, 1998).
B. Tomboflebitis
1. Pengertian
Tomboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan keopala janin gelana kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).
2. Klasifikasi
Tomboflebitis dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Pelvio tamboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipograstika. Vena yang paling sering terkena ialah vena overika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak dibagian atas uterus; proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan peridiapendisitis. Perluasan infeksi dari vena uterna ialah ke vena iliaka komunis. Biasanya terjadi sekitar hari ke-14 atau ke-15 pasca partum.
b. Tomboflebitis femoralis
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena vemarolis, vena poplitea dan vena safena. Sering terjadi sekitar hari ke-10 pasca partum.
(Abdul Bari SAifudin, dkk., 2002)
3. Etiologi
a. Perluasan infeksi endometrium
b. Mempunyai varises pada vena
c. Obesitas
d. Pernah mengalami tramboflebitis
e. Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi stir up untuk waktu yang lama
f. Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga.
(Adele Pillitteri, 2007)
4. Tanda dan Gejala
a. Pelvio Tromboflebitis
1) Nyeri yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian samping, timbul pada hari ke-2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
2) Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut:
a) Mengigil berulang kali, menggil inisial terjadi sangat berat (30-40 menit)dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.
b) Suhu badan naik turun secara tajam (36 oC menjadi 40 oC) yang diikuti penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis)
c) Penyaklit dapat langsung selama 1-3 bulan
d) Cenderung terbentuk pus, yang menjalar kemana-mana, terutama ke paru-paru
3) Abses pada pelvis
4) Gambaran darah
a) Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar kesirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia)
b) Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulainya menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
5) Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena adalah vena ovarika; yang sukar dicapai dalam pemeriksaan dalam.
b. Tromboflebitis femoralis
1) Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke-10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
2) Pada salah satu kaki yang terkena, biasanya kaki kiri akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut:
a) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki lainnya.
b) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas
c) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha
d) Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri, dan dingin dan pulsasi menurun.
e) Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, teatapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian melus dari bawah ke atas.
f) Nyeri pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat betis atau dengan meregangkan tendo akhiles(tanda homan positif)
A. Pendahuluan
Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit naik antara 37,2 - 37,8oC oleh karena resorbsi benda-benda dalam rahim dan mulainya laktasi. Dalam hal ini disebut demam resorbsi, hal ini adalah normal (Rustam Muchtar, 1998).
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam masa nifas. Demam nifas adalah demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. Mobilitas puereuralis adalah kenaikan suhu badan sampai 38 oC atau lebih selama 2 hari. Da;am 10 hari pertama postpatum. Kecuali pada hari petama. Suhu diukur 4x sehari secara oral (dari mulut) (Adele Pillitteri, 2007).
Beberapa faktor predisposisi
1) Kurang gizi atau nutrisi
2) Anemia
3) Higiene
4) Kelelahan
5) Proses persalinan bermasalah;
a. Partus lama / macet
b. Korioamnionitis
c. Persalinan traumatik
d. Kurang baiknya pencegahan infeksi
e. Manipulasi yang berlebihan
f. Dapat berlanjut keinfeksi dalam masa nifas
(Abdul Bari SAifudin, dkk., 2002)
Bermacam-macam jalan masuk kuman kedalam alat kandungan, seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dari dalam tubuh), dan endogen (dari jalan lahir sendiri)
1) Streptococcus Haemoliticus Aerobik
2) Staphylococcus aureus
3) Escherichia coli
Cara terjadinya infeksi:
a. Manipulasi penolong yang tidak suci hama, atau pemeriksaan dalam yang berulang-ulang dapat membawa bakteri yang sudah ada didalam rongga rahim.
b. Alat-alat yang tidak suci hama.
c. Infeksi droplet, sarung tangan dan alat-alat terkena infeksi kontaminasi yang berasal dari hidung, tenggorokan dari penolong dan pembantunya atau orang lain.
Klasifikasi infeksi :
Infeksi terbatas lokasinya pada perineum, vulva, serviks, dan endometrium
Infeksi yang menyebar ketempat lain melaui: pembuluh darah vena, pembuluh limfe dan endometrium (Rustam Muchtar, 1998).
B. Tomboflebitis
1. Pengertian
Tomboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan keopala janin gelana kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).
2. Klasifikasi
Tomboflebitis dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Pelvio tamboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipograstika. Vena yang paling sering terkena ialah vena overika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak dibagian atas uterus; proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan peridiapendisitis. Perluasan infeksi dari vena uterna ialah ke vena iliaka komunis. Biasanya terjadi sekitar hari ke-14 atau ke-15 pasca partum.
b. Tomboflebitis femoralis
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena vemarolis, vena poplitea dan vena safena. Sering terjadi sekitar hari ke-10 pasca partum.
(Abdul Bari SAifudin, dkk., 2002)
3. Etiologi
a. Perluasan infeksi endometrium
b. Mempunyai varises pada vena
c. Obesitas
d. Pernah mengalami tramboflebitis
e. Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi stir up untuk waktu yang lama
f. Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga.
(Adele Pillitteri, 2007)
4. Tanda dan Gejala
a. Pelvio Tromboflebitis
1) Nyeri yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian samping, timbul pada hari ke-2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
2) Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut:
a) Mengigil berulang kali, menggil inisial terjadi sangat berat (30-40 menit)dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.
b) Suhu badan naik turun secara tajam (36 oC menjadi 40 oC) yang diikuti penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis)
c) Penyaklit dapat langsung selama 1-3 bulan
d) Cenderung terbentuk pus, yang menjalar kemana-mana, terutama ke paru-paru
3) Abses pada pelvis
4) Gambaran darah
a) Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar kesirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia)
b) Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulainya menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
5) Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena adalah vena ovarika; yang sukar dicapai dalam pemeriksaan dalam.
b. Tromboflebitis femoralis
1) Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke-10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
2) Pada salah satu kaki yang terkena, biasanya kaki kiri akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut:
a) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki lainnya.
b) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas
c) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha
d) Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri, dan dingin dan pulsasi menurun.
e) Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, teatapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian melus dari bawah ke atas.
f) Nyeri pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat betis atau dengan meregangkan tendo akhiles(tanda homan positif)
6. Luka Perineum
Tanda dan gejala infeksi laserasi episiotomi adalah
munculnya:
a. Nyeri local
b. Disuria
c. Temperatur naik 38,3 °C
d. Nadi < 100x/ menit
e. Tanda dan gejala dapat akut atau tiba-tiba pada udara dingin dan
pada suhu 104ºF ( 40ºC )
f. Edema
g. Peradangan dan kemerahan pada tepi
h. Pus atau nanah warna kehijauan
i. Luka kecoklatan atau lembab
j. Lukanya meluas
Setelah luka diperbaiki harus dipantau secara rutin
agar tidak terjadi tanda dan gejala infeski khususnya poin f, g, h, dan I di
atas. Pengobatan pada infeksi termasuk
pada derajat luka jahitan meliputi: membuka, debridement, dan membersihkan
luka.Serta obat anti mikroba.Pada episiotomi atau laserasi, truma, termasuk
memar,abrasi termasuk jahitan luka kecil dan hematoma yang disebabkan oleh
objek dari luar dari vagina (jamur).
B. Perdarahan Post Partum dan
Penanganannya
Perdarahan post partum paling sering diartikan sebagai
keadaan kehilangan darah lebih dari 500 mL selama 24 jam pertama sesudah
kelahiran bayi. Perdarah postpartum adalah merupakan penyebab penting kehilangn
darah serius yang paling sering dijumpai di bagian ostetrik. Sebagai penyebab
langsung kematian ibu, perdarah postpartum merupakan penyebab sekitar ¼ dari
keseluruhan kematian akibat perdarahan obstetric yang diakibatkan oleh
perdarahan postpartum.
Penyebab Langsung
Dua penyebab factor perdarahan langsung yang sering
dijumpai adalah karena adanya miometrium yang hipotonik (atonia uteri)dan
laserasi vagina serta serviks. Retensi bagian plasenta adalah penyebab yang
lebih jarang ditemukan, dapat mengakibatkan perdarahan langsung atau perdarahan
kemudian atau keduanya.
Faktor Predisposisi
Pada sebagian besar kasus, perdarahan postpartum dapat
diramalkan sebelum persalinan, contoh-contoh kasus dengan trauma yang dapat
menyebabkan perdarahan postpartum adalah kelahiran bayi yang besar, persalinan
forcep tengah dan pemuratan dengan forcep, persalinan dengan servik yang belum
berdilatasi lengkap, insisi duhrssen pada serviks, setiap tindakan manipulasi
intrauterine dan mungkin persalinan pervaginam dengan riwayat SC, atau insisi
uterus lainnya. Atonia uteri yang dapat menyebabkan erdarahan postpartum apat
diantisipasi dengan preparat anestesi yang akan melemaskan uterus. Uterus yang
over distensi kemungkinan besar akan menjadi hipertonik setelah persalinan,
jadi wanita dengan persalinan janin besar, janin lebih dari satu, atau dengan
hidramnion, cenderung akan mengalami perdarahan akibat atonia uteri. Wanita
yang persalinanya ditandai dengan aktifitas uterus yang sangat kuat atau yang
tidak efektif juga mengahdapi kemungkinan untuk mengalami perdarahan yang
berlebihan akibat atonia uteri setelah persalinan. Demikian pula, persalinan
baik yang diinduksi maupun yang diperkuat oleh preparat oksitosin, lebih besar
kemungkinannya untuk diikuti dengan atonia uteri post partum dan perdarahan
postpartum. Wanita dnegan paritas tinggi menghadapi resiko perdarahan akibat
atonia uteri yang semakin meningkat. Dalam keadaan yang lazim dijumpai,
kesalahan penanganan kala III persalinan meliputi upaya untuk mempercepat
persalinan plsenta dengan melakukan tindakan pengeluaran plasenta secara
manual. Peremasan dan pemijatan yang dilakukan secara terus-menerus pada uterus
yang telah berkontraksi kemungkinan akan merintangi mekanisme fisiologis
pelepasan plasenta, dengan konsekwensi pemisahan plasenta yang tidak lengkap
dan peningkatan hilangnya darah.
Ciri-Ciri Klinis
Perdarahan postpartum sebelum pengeluaran plasenta
disebut perdarahan tahap ke III. Khususnya perdarahan setelah pengeluaran
plasenta, perembesan darah secara terus-menerus selama waktu beberapa jam dapat
mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Efek yang ditimbulkan perdarahan
ini sampai taraf yang cukup tinggi tergantung pada besarnya volume darah
sebelum hamil, derajat hipervolumia darah yang diakibatkan oleh kehamilan, dan
derajat anemia pada saat melahirkan
Gambaran yang khas pada perdarahan postpartum adalah
denyut nadi dan tekanan darah yang tidak menunjukan perubahan jelas sampai
jumlah darah yang hilang cukup banyak. Wanita dnegan tekanan darah normal dapat
mengalami sedikit hipertensi sebagai respon terhadap perdarahan ini, sedikitnya
pada saat permulaan perdarahan. Sedangkan pada wanita yang sudah menderita
tekanan darah tinggi, tekanan darahnya dapoat ditafsirkan normal meskipun
berada dalam keadaan hipovolemia yang berat. Tragisnya, keadaan hipovolemia ini
bias saja tidak diketahui sampai keadaannya sudah terlambat. Wanita dengan
preeklamsia berat biasanya kehilangan cir-ciri
hipervolemia yang ada pada kehamilan normal, dan dengan demikian wanita
tersebut sering sangat peka atau bahkan intoleran terhadap kehilangan darah
yang normal. Karena itu bila pada seorang wanita hamil dengan hipertensi berat
yang ditimbulkan oleh kehamilannya dicurigai akan mengalami perdarahan hebat,
kita harus segera mengetahui hasil pemeriksaan klinis maupun laborat yang akan
menentukan pemberian infus dan tranfusi secara cepat
Diagnosis
Diagnosis perdarahan postpartum seharusnya tampak
jelas, kecuali jika penumpukan darah intra uteri serta intra vagina tersebut
tidak diketahui, atau pada beberapa kasus ruptur uteri yang disertai dengan
perdarahan intra peritoneum. Membedakan antara perdaraha akibat atonia uteri
dan perdarahan akibat laserasi dilakukan dengan memeriksa kondisi uterus. Jika
perdarahan terus terjadi tetapi uterus teraba keras dan kontraksinya baik
kemungkinan besar penyebab perdarahannya adalah laserasi. Untuk memastikan
peranan laserasi sebagai penyebab perdarahan, inspeksi yang teliti terhadap
vagina, servik dan uterus merupakan tindakan yang penting. Kadang-kadang
perdarahan dapat disebabkan oleh atonia dan trauma, khususnya setelah
persalinan dengan tindakan. Pemeriksaan terhadap kavum uteri, serviks dan
seluruh vagina sangat pnting sesudah kelahiran dengan ekstraksi bokong, sesudah
versi podalik dalam dan setelah menyelesaikan persalinan pervaginam pada wanita
dengan riwayat SC dalam persalinan sebelumnya.
Prognosis
Ada bahaya lain yang menyertai perdarahan postpartum.
Komplikasi serius yang terutama terjadi adalah kegagalan ginjal sebagai akibat
hipotensi yang lama sehingga pervusi renal tidak segera pulih kembali.
Sebaliknya terdapat pula koplokasi yang terjadi sesudah dilakukan tranfusi
darah yang tepat. Koplikasi ini mencakup reaksi segera yang disebabkan oleh
ketidak cocokan golongan darah resipien dengan donor dan kadang-kadang edema
pulmoner ayng terjadi akibat cedera kapiler alvioler. Komplikasi yang timbul
kemudian adalah hepatitis yang berkaitan dengan tranfusi darah.
C. gangguan Psikologis Masa Nifas
1. Depresi Postpartum
Depresi postpartum mempengaruhi sekitar 15% ibu dan
khususnya terjadi pada minggu dan bulan awal-awal postpartum dan dapat bertahan
sampai satu tahun atau lebih. Depresi
bukan satu-satunya gejala yang ada meskipun biasanya terlihat jelas. Gejala lainnya meliputi kelelahan, mudah
marah, kesedihan, kurangnya energi dan motivasi, adanya perasaan tidak mendapat
bantuan dan putus asa, hilangnya libido dan nafsu makan, serta adanya gangguan
tidur. Sakit kepala, asma, nyeri
punggung, adanya cairan dari vagina, dan nyeri abdomen juga dapat ditemui. Gejala lain yang dapat timbul yaitu adanya
pikiran obsesional, ketakutan akan melukai diri sendiri ataupun bayinya,
terpikir untuk bunuh diri, dan depresonalisasi.
Prognosis untuk depresi postpartum cukup baik diatasi
dengan diagnosis dini dan terapi. Adanya
orang yang menemani selama proses persalinan dapat menghindarkan terjadinya
depresi postpartum.
Setelah pemulihan, ibu yang mengalami depresi
postpartum membutuhkan konseling psikologis dan bantuan praktis. Umumnya dengan cara:
· Berikan dukungan
psikologis dan bantuan nyata (pada bayi dan asuhan di rumah)
· Dengarkan dan berikan
dukungan serta besarkan hati ibu
· Yakinkan ibu bahwa
pengalaman tersebut marupakan hal biasa dan banyak ibu lain yang mengalami hal
yang sama
· Bantulah ibu untuk
memikirkan kembali gambaran keibuan dan bantulah pasangan ini untuk memikirkan
peran masing-masing sebagai orang tua baru
· Jika depresinya cukup
parah, pertimbangkan pemberian obat-obatan anti depresan jika ada
2. Postpartum Blues
Penyakit yang juga disebut post partum blues anin
adalah ganggaun suasana hati yang
dialami oleh sekitar 50 % wanita dalam 3 sampai 6 hari setelah melahirkan
(Kendell dkk., 1987). Terdapat bukti bahwa kemurungan (blues) ini dipicu oleh
turunnya progesterone (Harris dkk., 1994).
Walaupun mungkin muncul berbagai gejala, gambaran
utamanya adalah insomnia, mudah sedih, depresi, ansietas, gangguan konsentrasi,
iritabilitas, dan labilitas afek. Maka dapat disimpulkan abhwa ini adalah
tanda-tanda dari depresi minor atau bahkan mayor. Labilitas afek dialami oleh
banyak dari wanita ini. Mereka mungkin mudah menangis selama beberapa jam dan
kemudian pulih sempurna, namun mudah menangis kembali keesokan harinya. Yang
utama, gejala-gejala yang tampak bersifat ringan dan biasanya berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Diindikasikan terapi suportif, dan wanita
yang bersangkutan dapat diyakinkan bahwa disforia yang dialami bersifat
sementara dan kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan hormon. Mereka harus
diapanyau untuk mendeteksi kemungkinan timbulnya gangguan jiwa yang lebih
parahtermasuk depresi atau psikosis postpartum.
3. Postpartum Psikosa
Postpartum psikosa merupakan gangguan yang paling
mengkhawatirkan dan merupakan penyakit jiwa masa nifas yang parah. Wanita dengan psikosis postpartum tidak
berpijak pada realitas lagi. Mereka
memperllihatkan masa waras yang berselang-seling dengan psikosis. Yang juga sering dijumpai adalah gejala-gejala
kebingungan dan disorientasi yang sering tampak pada keadaan toksik atau
delirium.
Terdapat dua tipe wanita yang tempaknya rentan
mengalami gangguan ini, yaitu wanita yang pada dasarnya telah memiliki gangguan
depresif, manik, skizofrenik, dan wanita yang pernah mengalami depresi atau
kejadian kehidupan berat pada tahun sebelumnya.
Interval yang singkat antara serangan psikiatrik sebelumnya dan
persalinan meningkatkan kemungkinan kekambuhan.
Factor risiko lainnya berkaitan dengan factor biologis dan mencakup usia
muda, primiparitas, dan riwayat penyakit jiwa dalam keluarga.
Sekitar ¼ dari wanita yang pernah mengalami satu kali
episode psikosis postpartum akan mengalami kekambuhan pada kehamilan
berikutnya. Awitan puncak gejala
psikotik adalah 10-14 hari postpartum, tetapi risiko tetap tinggi selama
beberapa bulan setelah melahirkan.
Perjalanan Penyakit Dan Pengobatan
Perjalanan penyakit bervariasi dan bergantung pada
jenis penyebab penyakit. Bagi mereka
dengan psikosis manik-depresif dan skizoafektif, waktu pemulihan adalah sekitar
6 bulanm(Sneddon, 1992). Yang paling mengalami
gangguan fungsi pada saat pemeriksaan lanjutan adalah mereka yang menderita
skizofrenia. Para wanita ini sebaiknya
dirujuk ke psikiater. Keparahan psikosis
postpartum mengharuskan diberikannya terapi farmakologis dan pada sebagian
besar kasus dilakukan tindakan rawat inap.
Wanita ynag mengalami psikosis biasanya mengalami kesulitan merawat
bayinya.
Terapi
Gangguan Jiwa
Saat ini tersedia sejumlah besar obat psikotropika
untuk mengatasi gangguan jiwa (Kuller dkk., 1996). Sebagian wanita hamil yang memerlukan
farmakoterapi telah menderita penyakit jiwa berat, misalnya gangguan bipolar,
gangguan skizoafektif, skizofrenia atau depresi mayor berulang. Wanita lain yang memerlukan terapi adalah
mereka yang mengalami gangguan emosi yang berkembang selama kehamilan.
Antidepresan
Depresi berat memerlukan terapi dan pada sebagian
besar kasus, manfaat terapi melabihi risikonya.
Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin, doksepin, imipramin, dan
nortriptilin sering digunakan untuk gangguan-gangguan depresif. Efek samping pada ibu adalah hipotensi
ortostatik dan konstipasi. Sedasi juga
sering terjadi, sehingga obat golongan ini sangat bermanfaat bagi masalah tidur
yang berkaitan dengan depresi. Inhibitor
monoamin oksidase (MAOI) adalah antidepresan yang sangat efektif yang semakin
jarang digunakan karena menyebabkan hipotensi ortostatik. Pengalaman dengan inibitor selektif ambilan
ulang serotonin (selective serotonin reuptake inhibitors, SSRI),
termasuk fluoksetin dan sertralin, menyebabkan obat golongan ini menjadi terapi
primer bagi sebagian besar penyakit depresi.
Obat-obat ini tidak menimbulkan hipotensi ortostatik atau sedasi
sehingga lebih disukai daripada antidepresan lain.
Antipsikotik
Wanita dengan sindrom-sindrom kejiwaan yang berat
seperti skizofrenia, gangguan skizoafektif, atau gangguan bipolar sangat
mungkin memerlukan terapi antipsikotik selama kehamilan. Antipsikotik tipikal adalah golongan
antagonis dopamine. Klozapin adalah
satu-satunya antipsikotik atipikal yang tersedia, dan obat ini memiliki kerja
yang berbeda tetapi tidak diketahui.
Potensi dan efek samping berbagai antipsikotik berbeda-beda. Obat-obat yang berpotensi lebih rendah,
klorpromazin dan tioridazin, memiliki efek antikolinergik yang lebih besar
serta bersifat sedatif.
Litium
Keamanan litium selama kehamilan masih
diperbebatkan. Selain kekhawatiran
tantang teratogenesitas, juga perlu dipertimbangkan indeks terapetiknya yang
sempit. Pernah dilaporkan toksisitas
litium pada neonatus yang mendapat ASI.
Benzidiazepin
Obat golongan ini mungkin diperlukan selama kehamilan
bagi wanita dengan gangguan cemas yang parah atau untuk pasien psikotik yang
agitatif atau mengamuk. Diazepam mungkin
menyebabkan depresi neurologis berkepanjangan pada neonatus apabila pemberian
dilakukan dekat dengan kelahiran.
Terapi Kejut Listrik (Elektroconvulsive Therapy, ECT)
Terapi dengan kejutan listrik untuk depresi selama
kehamilan kadang-kadang diperlukan pada pasien dengan gangguan mood
mayor yang parah dan tidak berespon terhadap terapi farmakologis. Hasil diperoleh dengan menjalani 11 kali
terapi dari umur kehamilan 23-31 minggu.
Mereka menggunakan tiamilal dan suksinilkolin, intubasi, dan ventilasi
bantuan setiap kali terapi. Mereka
mendapatkan bahwa kadar epinefrin, norepinefrin, dan dopamine plasma meningkat
2-3 kali lipat dalam beberapa menit kejutan listrik. Walaupun demikian, rekaman frekuensi denyut
jantung janin serta frekuensi jantung, tekanan darah, dan saturasi oksigen ibu
tetap normal. Miller (1994) mengkaji 300
laporan kasus terapi kejut listrik selama kehamilan mendapatkan bahwa penyulit
terjadi pada 10%. Penyulit-penyulit
tersebut antara lain adalah aritmia transien jinak pada bayi, perdarahan
pervaginam ringan, nyeri abdomen, dan kontraksi uterus yang swasirna. Wanita yang kurang dipersiapkan juga berisiko
lebih besar mengalami aspirasi, kompresi aortokava, dan alkalosis
respiratorik. Langkah-langkah pengkajian
penting adalah pengkajian servik, penghentian obat antikolinergik yang tidak
esensial, pemantauan frekuensi denyut jantung janin dan uterus, hidrasi
intravena, pemberian antasida cair, dan pasien dobaringkan miring kiri. Selama prosedur, hindari hiperventilasi
berlebihan dan jalan napas harus dilindungi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar